Sunday, March 4, 2012

Hidupku (Bagian 1)

             Malam itu aku berjalan sendirian melewati bangunan-bangunan megah di pusat kota. Guyuran hujan yang deras terasa menjadi tangisan di dalam hatiku. Aku berjalan sambil meratapi kesedihanku. Selangkah demi selangkah aku merasa tangisan itu semakin deras. Aku pun mempercepat langkah dan bergegas pulang.
            Esoknya, aku mengantarkan adik perempuanku ke bandara dengan mobil kesayanganku. Ia akan pergi ke luar kota untuk melanjutkan kuliahnya. Aku terharu melihatnya sudah sebesar itu. Aku ingat ketika kita sedang bermain dan bercanda bersama ketika masih kecil. Aku merasa hidupku terlalu cepat untuk menikmati hal tersebut. Seandainya hal itu bisa diulangi kembali…
            Ada panggilan masuk di telepon genggamku. Aku segera mengangkat telepon dan berkata, “Halo?”. “Halo, John. Aku punya job untuk kau. Cepat kemari! Aku tunggu kau.” kata Black. “Tapi…”. “Tak usah ada tapi. Ke sini cepat! Ku tunggu kau dalam 10 menit. Ada tugas penting untuk kau.”. Black adalah temanku yang paling baik dan setia. Dia sangat peduli dengan temannya yang sedang kesusahan.
            Aku bergegas pergi ke kantor di mana Black bekerja. Aku yang pada saat itu merasa hampa dan kosong, tidak tahu job apa yang akan diberikan oleh Black. Aku merasa sudah kehilangan beberapa bagian dari hidupku. Setelah sampai, aku pun mencari keberadaan Black di ruang kantornya. Ia memberikanku sebuah kejutan. Black memang tipe orang yang suka memberi kejutan. Tetapi kali ini kejutan Black berbeda. Ia memberikanku sebuah pekerjaan sebagai sebagai detektif. Black tahu kalau aku mungkin tidak ditakdirkan untuk menjadi pegawai kantor biasa. Pekerjaan baruku terasa seperti aku dilahirkan kembali. Dari sinilah petualangan hidupku dimulai.
            Tugas pertamaku adalah menyamar dan mencari banyaknya jumlah mafia yang ada di kotaku. Nama samaranku adalah Mister White. Aku ditemani oleh kawan setiaku, sebuah pistol dengan peluru yang cukup banyak. Pistol tersebut digunakan untuk melindungiku dari bahaya yang tak terduga oleh siapapun. Aku menyamar menjadi seorang pengedar narkoba di kotaku. Karena mafia ada hubungan erat dengan narkoba, namaku pun cepat terkenal di kalangan mafia dan penjahat sampai ke seluruh penjuru kota.
Suatu hari ada kelompok mafia yang ingin membeli narkoba dariku. Mereka sepertinya tahu kalau aku seorang detektif yang sedang menyamar menjadi pengedar narkoba. Untungnya aku memiliki pistol serbaguna yang diberikan oleh Black. Ketika transaksi dimulai, aku bersiap untuk memegang pistol di kantong celanaku. Kita semua saling mencurigai satu sama lain. Ketika negoisasi aku sengaja melempar beberapa bungkus yang berisi narkoba palsu (tepung terigu) yang sudah berlubang. Tepung tersebut tersebar dan mengenai mata mereka sehingga mereka menjadi buta sementara. Waktu tersebut segera kumanfaatkan dengan cara menembak kaki-kaki mereka dengan pistolku. Akhirnya para mafia tersebut menjadi terjatuh kesakitan. Aku segera menelpon polisi dan melaporkan ada kelompok mafia yang sudah tertangkap. Tugas sudah selesai. Nama samaranku sudah tak terpakai lagi. Kasus ditutup.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu. Tak terasa saatnya adikku pulang untuk menikmati liburan dari kuliahnya yang sangat padat. Aku harus menjemputnya di bandara. Ada yang berbeda dari adikku. Ia tampak lebih cantik dari biasanya. Entah apa hanya perasaanku saja, karena aku sudah lama tidak melihatnya. Kami saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing. Aku bercerita tentang pekerjaanku yang sedang menjadi detektif dan menyamar menjadi pengedar narkoba. Kita yang sedang berbincang-bincang terasa menjadi sebuah keluarga yang lengkap dengan seorang ayah dan ibu. Kami bercerita lama hingga lupa waktu.
Malam pun tiba. Adikku menyiapkan makan malam untuk kita berdua. Sifat adikku mengingatkanku kepada mendiang ibuku. Dan aku seperti mendiang ayahku. Sayangnya hari itu tak bisa diulang kembali.
Beberapa tahun yang lalu, hari itu, “Hari Kesedihanku”. Mereka berdua meninggalkan kami berdua ketika aku masih duduk di bangku SMP dan adikku masih di bangku SD. Kecelakaan maut tak bisa dihindarkan lagi. “Ma, cepat selamatkan anak kita!” bentak ayahku. “Iya, Pa.” tangis ibuku. Ketika itu aku dan adikku diselamatkan oleh ibuku. Aku ingat kalimat terakhir dari ayah dan ibuku, “LA ILA HAILALLAH”. Sesaat setelah perkataan terakhir dari mereka, tabrakan maut pun terjadi. Seketika ingatanku hilang. Hanya tangisan yang bisa kulakukan.
Setelah makan malam, aku duduk di sofa dan menonton TV bersama adikku. Menonton pertandingan sepakbola adalah kesukaanku. Aku pun ingat ketika aku dan ayahku menonton TV bersama di sofa. Kami saling mendukung tim masing-masing. Kami bertaruh, jika timku menang, ayahku akan membelikanku sebuah motor. Dan jika ayahku menang, aku harus belajar lebih giat lagi agar meraih peringkat tertinggi di kelasku. Akhirnya, tim kesayanganku menang mutlak 3-0. Aku sangat bergembira akan hal itu. Pertama, timku menang di liga dan menjadi juara. Kedua, aku akan mendapatkan sebuah motor. Ayahku adalah tipe orang yang suka menepati janjinya. Minggu berikutnya aku kedatangan sebuah motor yang cantik. Ini seperti harta warisan dari ayahku. Motor ini adalah benda yang mewakili jiwa ayahku yang telah pergi ke alam lain.
Aku juga teringat ketika aku belajar menaiki motor bersama ayahku. Aku juga pernah kena marah ketika bersama motor ini. “Kak John.”. Begitulah panggilan ayahku kepadaku. “Kamu itu bagaimana sih? Kok motornya dirusak-rusak terus.”. “Maaf Pa. Kakak nggak sengaja. Ini juga pertama kalinya kecelakaan.”. “Pokoknya kamu nggak boleh naik motor ini lagi selama 1 bulan.”. “Tapi Pa..”. “Nggak ada tapi-tapian. Kamu harus belajar giat!”.
Esoknya aku mengajak adikku pergi ke suatu tempat. Tempat itu adalah tempat peristirahatan terakhir ayah dan ibuku. Tepat hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka. Kami merayakannya dengan berdoa agar mereka berdua tenang di alamnya. Tangisan dari mataku mengalir dengan tenang. Seakan tangisan ini adalah tangisan terindahku... (Bersambung... Part 2)

Click Advertise on My Blog
Previous Next Home

0 Komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan tertib dan baik.
Terima kasih telah berkunjung di blog ini dan jangan lupa tinggalkan komentar.
Komentar yang anda berikan sangat bermanfaat bagi kami.